MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN
NOMOR : P.51/Menhut-II/2006
TENTANG
PENGGUNAAN
SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU) UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG
BERASAL DARI HUTAN HAK
MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan daya saing usaha serta
membuka lapangan kerja bagi masyarakat, maka diperlukan penyederhanaan
pengaturan terhadap peredaran kayu yang berasal dari hutan hak termasuk
kayu hasil tanaman masyarakat;
|
|
|
b.
|
bahwa
berdasarkan ketentuan pada Pasal 74 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, ditetapkan bahwa hasil hutan yang
berasal dari hutan hak, diberi Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dan
berlaku sebagai surat keterangan sahnya hasil hutan;
|
|
|
c.
|
bahwa
sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu menetapkan
penggunaan SKAU untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan
hak dengan Peraturan
Menteri.
|
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah
dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2004;
|
|
|
2.
|
Undang-undang
Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah;
|
|
|
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom;
|
|
|
4.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
|
|
|
5.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan;
|
|
|
6.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan;
|
|
|
7.
|
Keputusan
Presiden Republik Indonesia
Nomor 187/M
Tahun 2004 jo. Nomor
171/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
|
|
|
8.
|
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 jo. Nomor 62 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia;
|
|
|
9.
|
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 jis. Nomor 15 Tahun 2005 dan Nomor 63 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
|
|
|
10.
|
Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003
tentang Penatausahaan Hasil Hutan jis. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 334/Kpts-II/2003, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
SK.279/Menhut-II/2004 dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor
P.18/Menhut-II/2005;
|
|
|
11.
|
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 jis. Nomor P.17/Menhut-II/2005
dan Nomor
P.35/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan;
|
|
|
12.
|
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/Menhut-II/2005 tentang Pedoman
Pemanfaatan Hutan Hak.
|
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG
PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL (SKAU) UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN
KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK.
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan ini yang
dimaksud dengan:
a.
|
Hasil
hutan kayu yang berasal dari hutan hak adalah kayu dari hasil tanaman oleh
masyarakat atau pemilik perkebunan.
|
b.
|
Surat
Keterangan Asal Usul (SKAU) adalah surat
keterangan sahnya hasil hutan yang digunakan untuk pengangkutan hasil hutan
kayu yang berasal dari hutan hak.
|
c.
|
Dinas
Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah
Provinsi.
|
d.
|
Dinas
Kabupaten/Kota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di
bidang kehutanan
di wilayah Kabupaten/Kota.
|
Pasal 2
Hutan
hak dibuktikan dengan alas titel/hak atas tanah berupa :
a. Sertifikat hak milik, atau Leter C, atau Girik, untuk tanah milik; atau
b. Sertifikat untuk Hak Guna Usaha atau Hak Pakai.
Pasal 3
Penggunaan
dokumen SKAU dimaksudkan untuk ketertiban peredaran hasil hutan kayu yang
berasal dari hutan hak, dan untuk melindungi hask masyarakat dalam
pengangkutannya.
BAB II
TATA CARA PENERBITAN SKAU
Pasal 4
Surat
Keterangan Asal Usul (SKAU) digunakan untuk pengangkutan kayu bulat atau kayu
olahan yang berasal dari hutan hak, yaitu:
a.
|
Jenis
Sengon (Paraserianthes
falcataria), Kayu Karet (Hevea
brasiliensis), dan Kayu Kelapa (Cocos nucifera);
|
b.
|
Jenis-jenis
lainnya ditetapkan Menteri
atas dasar usulan masing-masing Dinas Provinsi berdasarkan hasil inventarisasi
jenis, potensi dan lokasi penyebarannya.
|
Pasal 5
(1)
|
SKAU
diterbitkan oleh Kepala Desa/Lurah atau pejabat yang setara dengan Kepala
Desa/Lurah di wilayah dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut.
|
(2)
|
Pejabat penerbit SKAU sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan Kepala
Dinas Kabupaten/Kota.
|
Pasal 6
(1)
|
Dalam
menerbitkan SKAU, Kepala Desa wajib melakukan pemeriksaan atas kebenaran
asal usul hasil hutan kayu dan kepemilikannya yaitu dengan mengecek dan
memastikan bahwa hasil hutan kayu tersebut berasal dari lokasi yang benar
yang dibuktikan dengan adanya alas titel/hak atas tanah sebagaimana
dimaksud Pasal 2.
|
(2)
|
Sebelum menerbitkan SKAU, Kepala Desa
melakukan pengukuran atas kayu yang akan diangkut, dan dalam pelaksanaannya
dapat menunjuk salah satu aparatnya.
|
(3)
|
Kepala Desa bertanggung jawab atas kebenaran
penggunaan SKAU.
|
(4)
|
Penerbitan SKAU dilakukan dengan menggunakan
blanko SKAU sesuai dengan format yang telah ditetapkan.
|
BAB III
FORMAT DAN PENGADAAN BLANKO
Pasal 7
(1)
|
Format
blanko SKAU dibuat sesuai contoh pada Lampiran Peraturan ini.
|
(2)
|
Pengadaan blanko SKAU dilakukan oleh
masing-masing Dinas Provinsi, melalui percetakan umum.
|
(3)
|
SKAU merupakan surat
keterangan sahnya hasil hutan yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
|
Pasal 8
(1)
|
Blanko
SKAU dibuat 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
a. Lembar ke-1 : menyertai kayu yang diangkut dan sekaligus sebagai arsip
Penerima
b. Lembar ke-2 : untuk Kepala Dinas Kabupaten/Kota
c. Lembar ke-3 : untuk arsip Pengirim
d. Lembar ke-4 : untuk arsip Penerbit.
|
(2)
|
Masa berlaku SKAU ditetapkan oleh
masing-masing Penerbit dengan mempertimbangkan waktu tempuh normal.
|
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 9
(1)
|
Kepala
Desa setiap bulan wajib melaporkan penerbitan SKAU kepada Kepala Dinas
Kabupaten/Kota.
|
(2)
|
Kepala Dinas Kabupaten/Kota setiap bulan
melaporkan realisasi produksi dan peredaran kayu rakyat diwilayahnya kepada
Kepala Dinas Provinsi.
|
(3)
|
Dalam rangka ketertiban pelaksanaan
penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak, Dinas Provinsi
berkewajiban melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian
peredarannya.
|
(4)
|
Tatacara penerbitan SKAU, mekanisme
pendistribusian blanko SKAU dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh
masing-masing Kepala Dinas Provinsi dengan mengacu pada Peraturan ini.
|
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 10
SKSHH
yang diterbitkan untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan
hak sebelum berlakunya Peraturan
ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku SKSHH tersebut.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
(1)
|
Hal-hal
teknis yang belum diatur dalam Peraturan
ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
|
(2)
|
Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka
ketentuan Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 126/Kpts-II/2003,
dinyatakan tetap berlaku untuk jenis-jenis kayu di luar jenis-jenis kayu
yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 dalam peraturan ini.
|
(3)
|
Peraturan ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku efektif mulai 60
(enam puluh) hari kerja terhitung sejak ditetapkannya peraturan ini.
|
(4)
|
Sebelum secara efektif berlaku, Peraturan ini
disosialisasikan terlebih dahulu kepada semua pihak-pihak terkait.
|
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 10 Juli 2006
MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
H.M.S. KABAN, SE., M.Si.
Salinan
disampaikan kepada yth.:
1
|
Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian;
|
2
|
Menteri Dalam Negeri;
|
3
|
Menteri
Perhubungan;
|
4
|
Jaksa Agung;
|
5.
|
Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
|
6.
|
Pejabat
Eselon I lingkup Departemen Kehutanan;
|
7.
|
Direksi
Perum Perhutani;
|
8.
|
Gubernur
seluruh Indonesia;
|
9.
|
Kepala
Kepolisian Daerah seluruh Indonesia;
|
10.
|
Bupati/Walikota
seluruh Indonesia;
|
11.
|
Kepala
Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan
Regional I s.d IV;
|
12.
|
Kepala
Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah
Provinsi di seluruh Indonesia;
|
13.
|
Kepala
Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia;
|
14.
|
Kepala
Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan Wilayah I s.d. XVII.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar